TADABBUR SURAT ALHUJURAT AYAT 6-8
Oleh Kanda Ubaidillah
6. Wahai orang-orang yang beriman! Jika seseorang yang fasik datang kepadamu membawa suatu berita, maka telitilah kebenarannya, agar kamu tidak mencelakakan suatu kaum karena kebodohan (kecerobohan), yang akhirnya kamu menyesali perbuatanmu itu.
7. Dan ketahuilah olehmu bahwa di tengah-tengah kamu ada Rasulullah. Kalau dia menuruti (kemauan) kamu dalam banyak hal pasti kamu akan mendapatkan kesusahan. Tetapi Allah menjadikan kamu cinta kepada keimanan dan menjadikan (iman) itu indah dalam hatimu serta menjadikan kamu benci kepada kekafiran, kefasikan, dan kedurhakaan. Mereka itulah orang-orang yang mengikuti jalan yang lurus,
8. sebagai karunia dan nikmat dari Allah. Dan Allah Maha Mengetahui, Mahabijaksana.
Untuk memahami ayat 6-8 ini sebaiknya diketahui pula asbabun nuzulnya. Dalam Tafsir Ibnu Katsir dinukil sebuah hadits riwayat Imam Ahmad sebagai berikut:
_Imam Ahmad mengatakan, ... Al-Haris ibnu Abu Dirar Al-Khuza'i r.a. menceritakan hadis berikut: Aku datang menghadap kepada Rasulullah SAW Beliau menyeruku untuk masuk Islam, lalu aku masuk Islam dan menyatakan diri masuk Islam. Beliau SAW menyeruku untuk zakat, dan aku terima seruan itu dengan penuh keyakinan.
Aku berkata, "Wahai Rasulullah, aku akan kembali kepada mereka dan akan kuseru mereka untuk masuk Islam dan menunaikan zakat. Maka barang siapa yang memenuhi seruanku, aku kumpulkan harta zakatnya; dan engkau, ya Rasulullah, tinggal mengirimkan utusanmu kepadaku sesudah waktu anu dan anu agar dia membawa harta zakat yang telah kukumpulkan kepadamu."
Setelah Al-Haris mengumpulkan zakat dari orang-orang yang memenuhi seruannya dan masa yang telah ia janjikan kepada Rasulullah SAW telah tiba untuk mengirimkan zakat kepadanya, ternyata utusan dari Rasulullah SAW belum juga tiba. Akhirnya Al-Haris mengira bahwa telah terjadi kemarahan Allah dan Rasul-Nya terhadap dirinya. Untuk itu Al-Haris mengumpulkan semua orang kaya kaumnya, lalu ia berkata kepada mereka, "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah menetapkan kepadaku waktu bagi pengiriman utusannya kepadaku untuk mengambil harta zakat yang ada padaku sekarang, padahal Rasulullah SAW tidak pernah menyalahi janji, dan aku merasa telah terjadi suatu hal yang membuat Allah dan Rasul-Nya murka. Karena itu, marilah kita berangkat menghadap kepada Rasulullah SAW (untuk menyampaikan harta zakat kita sendiri)."
Bertepatan dengan itu Rasulullah SAW mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepada Al-Haris untuk mengambil harta zakat yang telah dikumpulkannya. Ketika Al-Walid sampai di tengah jalan, tiba-tiba hatinya gentar dan takut, (dalam riwayat lain, Ibnu Jariri mengatakan ... Akan tetapi, setan membisikkan kepada utusan Rasulullah Saw. bahwa mereka--orang-orang Banil Mustaliq itu--hendak membunuhnya) lalu ia kembali kepada Rasulullah SAW dan melapor kepadanya, "Hai Rasulullah, sesungguhnya Al-Haris tidak mau memberikan zakatnya kepadaku, dan dia akan membunuhku." Mendengar laporan itu Rasulullah SAW marah, lalu beliau mengirimkan sejumlah pasukan kepada Al-Haris.
Ketika Al-Haris dan teman-temannya sudah dekat dengan kota Madinah, mereka berpapasan dengan pasukan yang dikirim oleh Rasulullah SAW itu. Pasukan tersebut melihat kedatangan Al-Haris dan mereka mengatakan, "Itu dia Al-Haris," lalu mereka mengepungnya. Setelah Al-Haris dan teman-temannya terkepung, ia bertanya, "Kepada siapakah kalian dikirim?" Mereka menjawab, "Kepadamu." Al-Haris bertanya, "Mengapa?" Mereka menjawab, "Sesungguhnya Rasulullah SAW telah mengutus Al-Walid ibnu Uqbah kepadamu, lalu ia memberitakan bahwa engkau menolak bayar zakat dan bahkan akan membunuhnya."
Al-Haris menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutus Muhammad SAW dengan membawa kebenaran, aku sama sekali tidak pernah melihatnya dan tidak pernah pula kedatangan dia." Ketika Al-Haris masuk menemui Rasulullah SAW, beliau bertanya, "Apakah engkau menolak bayar zakat dan hendak membunuh utusanku?" Al-Haris menjawab, "Tidak, demi Tuhan yang telah mengutusmu dengan membawa kebenaran, aku belum melihatnya dan tiada seorang utusan pun yang datang kepadaku. Dan tidaklah aku datang melainkan pada saat utusan engkau datang terlambat kepadaku, maka aku merasa takut bila hal ini membuat murka Allah dan Rasul-Nya." Al-Haris melanjutkan kisahnya, bahwa lalu turunlah ayat dalam surat Al-Hujurat ini, yaitu: Hai orang-orang yang beriman, jika datang kepadamu orang fasik membawa suatu berita. (Al-Hujurat: 6) sampai dengan firman-Nya: lagi Mahabijaksana. (Al-Hujurat: 8)
Pada riwayat lain, Mujahid dan Qatadah menceritakan bahwa Rasulullah Saw. mengirimkan Al-Walid ibnu Uqbah kepada Banil Mustaliq untuk mengambil harta zakat mereka. Lalu Banil Mustaliq menyambut kedatangannya dengan membawa zakat (yakni berupa ternak), tetapi Al-Walid kembali lagi dan melaporkan bahwa sesungguhnya Banil Mustaliq telah menghimpun kekuatan untuk memerangi Rasulullah. Menurut riwayat Qatadah, disebutkan bahwa selain itu mereka murtad dari Islam.
Maka Rasulullah Saw. mengirimkan Khalid ibnul Walid r.a. kepada mereka, tetapi beliau Saw. berpesan kepada Khalid agar meneliti dahulu kebenaran berita tersebut dan jangan cepat-cepat mengambil keputusan sebelum cukup buktinya. Khalid berangkat menuju ke tempat Banil Mustaliq, ia sampai di dekat tempat mereka di malam hari. Maka Khalid mengirimkan mata-matanya untuk melihat keadaan mereka; ketika mata-mata Khalid kembali kepadanya, mereka menceritakan kepadanya bahwa Banil Mustaliq masih berpegang teguh pada Islam, dan mereka mendengar suara azan di kalangan Banil Mustaliq serta suara salat mereka. Maka pada keesokan harinya Khalid r.a. mendatangai mereka dan melihat hal yang menakjubkan dirinya di kalangan mereka, lalu ia kembali kepada Rasulullah Saw. dan menceritakan semua apa yang disaksikannya, lalu tidak lama kemudian Allah Swt. menurunkan ayat ini._
Saya ingin merenungkan perilaku komunikasi utusan Rasulullah SAW yang ditugasi mengambil zakat ke Banil Mustaliq, yaitu Al-Walid ibnu Uqbah.
Ketika seseorang mengolah pesan dalam suatu proses komunikasi, sebetulnyalah dirinya bukan pribadi yang kosong; dalam dirinya ada niatan, ada pengalaman (field of experience) dan kerangka pikir (frame of reference) yang akan mempengaruhi bagaimana ia menangkap, menginterpretasi dan merespon suatu pesan. Walid bin Uqbah memang belum bertemu (berkomunikasi langsung) dengan alHaris dari Banil Mustaliq. Tetapi di jalan ia sudah melihat dari jauh alHaris dan rombongannya.
Walaupun mereka belum berbicara satu sama lain, tapi penampakan rombongan alHaris itu dapat dipandang sebagai suatu “isyarat/pesan”, suatu simbol yang bisa dimaknai. Dalam hal ini Walid bin Uqbah salah memaknai kehadiran (penampakan) rombongan alHaris, (mungkin karena bisikan setan bahwa yang dilihatnya itu adalah rombongan yang akan menyerang dan membunuhnya), sehingga ia berbalik pulang ke Rasulullah SAW dan mengatakan bahwa AlHaris memberontak dan akan menyerang umat Islam. Mungkin Walid bin Uqbah inilah yang dalam ayat 6 surat alHujurat itu disebut orang fasik (?)
Tentu ujaran Walid ini membuat Nabi marah, dan mengutus orang lain yaitu Khalid bin Walid, tetapi disertai dengan pesan agar ia meneliti dulu kebenaran berita yang disampaikan oleh utusan pertama (Walid bin Uqbah). Pesan ini dijalankan oleh Khalid, dan ternyata tidak benar bahwa Bani Mustaliq berontak dan akan menyerang Rasulullah SAW.
Dari perenungan ini saya berkesimpulan bahwa seseorang itu bisa disebut fasik dalam berkomunikasi kalau ia ceroboh, tidak cermat dalam menangkap dan menafsirkan suatu pesan, tidak menangkap pesan itu secara utuh lalu memaknainya dengan pikiran yang jernih dan hati yang ikhlas. Apalagi kalau dilanjutkan dengan tindakan dusta, yaitu mengatakan (menyampaikan suatu pesan) yang tidak benar.
Dalam kehidupan sehari-hari, misalnya dalam bermedsos, janganlah kita memaknai suatu pesan hanya dengan membaca judulnya tanpa membaca keseluruhan isinya. Apalagi kalau langsung memfwd ke teman atau grup lain. Bisa-bisa kita ikut menjadi fasik.
Ali bin Abi Thalib RA berkata: Dari Ali bin Abu ThAlib &, ia berkata, "Orang yang mengucapkan perkataan keji dan orang yang menyebarluaskannya adalah sama di dalam dosa." (Kitab Adabul Mufrad, atsar no 324.)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar